Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih meminta para dokter di Indonesia untuk bersiap menghadapi lonjakan kasus Covid 19 pasca Lebaran. Tak hanya dokter, ia juga meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Satgas Penanganan Covid 19 bersiaga hingga akhir Juli 2021. "Kami di IDI rutin koordinasi dengaan Kemenkes dan Satgas Penanganan Covid 19 nasional, kemudian di internal kami juga ada forum khusus Satgas Covid 19 di PB IDI yang secara rutin berkoordinasi dengan seluruh perhimpunan dokter spesialis di bawah IDI, IDI wilayah, dan IDI cabang," kata Daeng dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR, Kamis (27//2021).
"Yang sudah kami lakukan ada 3 hal penting. Pertama, tentang kesiapan tersedianya tenaga dokter dan kawan kawan nakes lainnya. Kami sudah berkoordinasi dan mengimbau seluruh dokter di Indonesia siap siaga. Bahkan Pak Wamenkes dan Pak Kasatgas kami minta untuk sampai akhir Juli itu betul betul hati hati. Siap siaga tenaganya apabila dibutuhkan," ujarnya. Selanjutnya, Daeng menerangkan kini dokter dokter di Indonesia, meski bukan spesialis yang terkait dengan Covid 19, boleh menangani pasien corona. Dokter dokter ini diberikan pelatihan khusus untuk penanganan Covid 19 sebagai antisipasi apabila memang terjadi lonjakan dalam beberapa minggu ke depan.
"Kami berharap kalau lonjakkan yang bulan bulan ini tidak setinggi Januari Februari 2021 dan masih dalam kendali. Untuk mengantasipasi itu kami sudah lama di internal IDI ada namanya gerakan Dokter Nusantara, karena kami ingin seluruh dokter yang sekitar 200 ribu itu bisa menangani Covid. Kami tidak hanya ingin mengandalkan spesialis tertentu yang jumlahnya terbatas," paparnya. "Kalau ini hanya dibebankan ke misalnya spesialis paru, penyakit dalam, atau anestesi atau kawan kawan yang secara khusus terkait dengan Covid itu mungkin kalo ada lonjakan itu tidak akan mampu dilakukan. Jadi kami sudah mengeluarkan kebijakan, seluruh dokter boleh menangani Covid, dan kami sudah minta seluruh perhimpunan IDI cabang dan wilayah untuk terus menerus melakukan pelatihan penanganan COVID bagi dokter," lanjut dia. Tentunya dokter dokter tersebut juga hanya akan menangani pasien Covid 19 bergejala umum.
Sementara pasien yang lebih serius tetap akan dibebankan pada dokter spesialis. "Tentunya memang pada penanganan Covid 19 yang spesifik memerlukan tindakan khusus misalnya alat seperti intubasi, ventilator memang masih pada kompetensi dokter dokter tertentu yang menguasai. Tapi penanganan secara umum kami sudah terus menerus melakukan pelatihan untuk menyediakan ketenagaan kalu ada lonjakan," jelas Daeng. "Bahkan waktu krisis di Surabaya secara khusus karena dokter dokter di Jatim ketakutan, jadi Bu Khofifah teleponan sama saya, dikoordinasikan Satgas waktu itu Pak Doni akhirnya ngambil dari pusat. Waktu itu kami berikan 25 dokter. Ini mau kami terus sediakan untuk membackup Kemenkes dan Satgas Covid 19 nasional," tambahnya.
Daeng juga menekankan pentingnya penanganan dini pasien Covid 19. Sehingga dokter dokter di perhimpunan juga diingatkan untuk tidak terlambat tangani kasus. "Kami sangat meminta dokter untuk tidak terlambat menangani kasus. Karena yang susah kita mengingatkan masyarakat, jadi kami hanya bisa mewanti wanti dokter kalau sudah ada gejala sebaiknya tangani dengan cepat. Kami sudah diskusi dengan para pakar, lead intervention itu akan lebih baik untuk tidak meningkatkan angka kematian. Karena kebanyakan kematian diperoleh dari kasus kasus yang terlambat di tangani," tutur dia. "Meskipun tidak ada gejala kalau positif, kami kadang kadang minta konfirmasi untuk rontgen kalau sudah ada tanda Ground Glass Opacitu (GGO) meski tidak sesak, kadang kadang kasus ini mendadak sesak dan berat. Oleh karena itu yang sudah ada GGO meski tidak sesak, para pakar sudah menyarankan sebaiknya dirawat jangan isoman. Mohon nanti Pak Wamen juga mendorong percepatan penanganan ini. Kematian di Indonesia meski sudah rendah datanya, masih lebih tinggi dari beberapa negara," lanjutnya.
Selain meminta para dokter bersiaga, para nakes juga diimbau berkoordinasi dengan manajemen rumah sakit. Ini dilakukan agar pelayanan lebih maksimal. "Kami sudah minta kawan kawan nakes di lapangan untuk diskusi intens dengan manajemen RS. Diskusi di bawah penting untuk memastikan betul betul di lapangan tersedia alat, obat. Nah, ini saling mengingatkan penting. Karena kalau ada missed antara manajemen dan pemberi pelayanan, kami khawatir pelayanan kurang maksimal," kata Daeng.
Sementara itu Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, puncak kasus positif virus corona (Covid 19) usai libur Lebaran diperkirakan terjadi pada pertengahan Juni 2021. "Kemungkinan kasus meningkat dan mencapai puncaknya pada pertengahan Juni," kata Dante dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX, di Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/5/2021). Dante menyebut peningkatan kasus Covid 19 sudah mulai terlihat pekan ini.
Menurutnya, akan terjadi peningkatan 50 persen kasus positif Covid 19 beberapa minggu ke depan. "Kemudian kita asumsikan pada pertengahan Juni akan terjadi peningkatan 50 persen kasus dibanding sebelumnya," ujarnya. Dante memastikan pihaknya telah menyiapkan antisipasi lonjakan kasus Covid 19. Salah satunya dengan meningkatkan ketersediaan obat hingga 50 persen lebih besar dari kapasitas saat ini sepanjang tiga bulan ke depan.
Kemenkes, kata Dante, tengah berupaya meningkatkan kapasitas rumah sakit hingga 300 persen dari jumlah kasus saat ini. Mengutip paparan yang disampaikan Dante, Kemenkes menyiapkan hingga 71.509 tempat tidur untuk isolasi dan 7.615 tempat tidur untuk perawatan intensif. Saat ini ada 27 ribu orang yang diisolasi di rumah sakit dan 2.400 orang yang dirawat intensif.
"Produksi oksigen juga kami siapkan, kami tambah kapasitas oksigen yang cukup sehingga bisa menjangkau 76 ribu pasien," katanya.